LBTV Media – Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI) menjemput kepulangan dua warga negara Indonesia (WNI) yang sebelumnya mengaku jadi korban penyekapan dan penyiksaan di Myanmar. Kedua pekerja migran Indonesia (PMI) itu telah kembali ke tanah air.
Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Abdul Kadir Karding menjemput langsung keduanya di Terminal II F Bandara Internasional Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Sabtu (18/1/2025) dini hari.
Kedua PMI itu yakni AB asal Semarang, Jawa Tengah, dan R asal Langkat, Sumatera Utara.
Kedua PMI menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO). R dan AB selama bekerja di Myanmar mendapat siksaan, disetrum dan dipukul.
Karding mengatakan para korban tersebut sebelumnya telah ditangani oleh Kementerian Luar Negeri. Lalu, Kementerian P2MI dan Kementerian Luar Negeri.
“Alhamdulillah, dini hari ini mereka sudah kita terima di Bandara Soekarno-Hatta ini. Dia WNI ini bagian dari enam orang yang ada dan saat ini tersisa empat orang di Myanmar termasuk Rabiin,” ujarnya.
Menurut cerita dari R dan AN, kata Karding, pada perusahaan di Myanmar itu mereka mendapat siksaan yang luar biasa. Macam-macam bentuk siksaan itu seperti disetrum, dipukul dengan segala hal.
“Dua WNI ini bagian dari enam orang yang ada dan saat ini masih tersisa empat orang di Myanmar termasuk Robiin,” kata Karding.
Robiin adalah salah satu korban penyekapan yang juga mantan anggota DPRD Indramayu, Jawa Barat, periode 2014-2019 dari Partai Nasdem. Dia mengaku menjadi korban penyekapan di Myanmar bersama tiga rekan lainnya.
Karding mengatakan dia menjemput kedua korban bersama Kementerian Luar Negeri.
“Mereka diistirahatkan di shelter dan baru besok pagi akan diperiksa oleh psikiater,” kata dia.
Peristiwa yang mereka alami juga akan didokumentasikan untuk membantu upaya pembebasan PMI lain yang masih disekap.
“Itu yang saya akan lakukan setelah ini,” kata Karding.
Sebelumnya, anggota DPRD Indramayu periode 2014-2019 dari Partai Nasdem Robiin mengaku menjadi korban penyekapan dan penyekapan di Myanmar.
Rabiin bersama tiga rekannya membuat video secara sembunyi-sembunyi dengan keterangan kasus yang menimpanya hingga viral. (*)