LBTV Media – Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal meminta pemerintah pusat menetapkan singkong sebagai bahan pangan strategis yang dilindungi undang-undang.
Permintaan itu disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR RI di Jakarta, Rabu (25/6/2025).
Mirza menyuarakan aspirasi petani dan pengusaha singkong di Lampung, yang menggantungkan hidup dari komoditas tersebut.
Ia menyebut, sedikitnya 800 ribu keluarga di Lampung bergantung pada singkong.
“Singkong menyumbang 51 persen produksi nasional. Dari total PDRB Lampung Rp483 triliun, sekitar Rp50 triliun berasal dari singkong dan turunannya,” ujar Mirza.
Ia juga memaparkan bahwa Pemprov Lampung telah menetapkan harga pembelian ubi kayu sebesar Rp1.350 per kilogram melalui Instruksi Gubernur Nomor 2 Tahun 2025. Namun, kebijakan itu belum cukup karena tidak berlaku nasional.
“Petani senang, tapi pengusaha mengeluh. Pabrik tutup, harga anjlok saat panen karena kalah saing dengan impor,” katanya.
Gubernur memperkirakan konflik antara petani dan pengusaha akan kembali terjadi jika pemerintah pusat tidak segera bertindak.
“Kalau dibiarkan, petani siap beralih ke komoditas lain. Ini bisa memicu ketergantungan pada impor singkong,” ujarnya.
Ketua PPTTI Lampung, Welly Soegiono menambahkan, bahwa harga jual petani sangat rendah karena sistem distribusi yang dikuasai pelapak atau tengkulak.
“Harga ditetapkan Rp945, tapi petani cuma dapat Rp400–Rp500. Bahkan beberapa pelapak terafiliasi perusahaan untuk dapat harga murah,” ujarnya.
Welly dan Ketua PPUKI Dasrul Aswin sepakat mendesak pemerintah segera menghentikan impor singkong dan turunannya.
Di sisi lain, anggota Baleg DPR RI Firman Soebagyo menyatakan bahwa singkong akan dimasukkan dalam RUU Pangan sebagai bahan baku strategis.
“Dengan begitu, singkong akan dilindungi secara hukum, dan Bulog akan menjadi buffer stock serta penyangga harga,” kata Firman. (*)