Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
LampungPeristiwa

Ratusan Mahasiswa di Lampung Demo Tolak Kenaikan PPN 12 Persen

212
×

Ratusan Mahasiswa di Lampung Demo Tolak Kenaikan PPN 12 Persen

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

LBTV Media – Ratusan Mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Lampung Melawan menggelar demonstrasi menolak PPN (Pajak Pertambahan Nilai) 12 persen di depan pintu masuk Kantor DPRD Provinsi Lampung, Jumat (3/1/2025)

Dalam aksinya, mereka menuntut pemerintah untuk mencabut kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen, yang dinilai semakin membebani masyarakat.

Example 300x600

Koordinator lapangan aksi, Muhammad Bintang, menyampaikan bahwa kebijakan ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2824, yang ditetapkan pada 31 Desember 2024 dan mulai berlaku sejak 1 Januari 2025.

“Kami mahasiswa dari berbagai kampus datang ke DPRD Lampung menolak PPN 12 persen,” ujarnya, Jumat (3/1/2025).

Dikatakan Bintang, kenaikan ini tidak bisa dilepaskan dari UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), yang memungkinkan tarif PPN ditetapkan antara 5 persen hingga 15 persen.

Selain menolak kenaikan PPN 12 persen, mahasiswa juga meminta hentikan tindakan represif dan kriminalisasi oleh aparat negara.

Para mahasiswa juga menolak penerapan opsen pajak kendaraan bermotor (PKB) dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB).

Ia menilai, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024 yang ditetapkan pada 31 Desember 2024 dan mulai berlaku pada 1 Januari 2025 tidak serta merta mutlak akan membatalkan ppn 12 persen.

Dikarenakan aturan mengenai nilai pajak telah diatur dalam undang-undang nomor 7 tahun 2021, tentang harmonisasi peraturan perpajakan (HPP) pada ayat (3) disebutkan bahwa ketentuan tarif tersebut dapat diubah menjadi paling rendah 5 persen dan paling tinggi 15 persen.

Diketahui, Menteri Keuangan Sri Mulyani telah menyampaikan bahwa penerimaan pajak pada Januari 2024 telah mencapai Rp 149,25 Triliun atau 7,5 persen dari target APBN.

Rinciannya meliputi penerimaan dari Pajak Penghasilan (PPh) Non-Migas sebesar Rp 83,69 Triliun (55,1 persen dan total penerimaan).

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar Rp 57,75 Triliun, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebesar Rp 810 Miliar, serta PPh Migas sebesar Rp6,99 triliun (9,15 persen dari target).

“Sayangnya 80 persen pendapatan negara masih berasal dari kelas menengah dan menengah ke bawah melalui PPh dan PPN,” kata Bintang.

Sebaliknya sektor kapital hanya menyumbang 20 persen dari penerimaan pajak, meskipun mereka memiliki kemampuan ekonomi yang jauh lebih besar.

“Beban rakyat semakin berat akibat kenaikan biaya kesehatan, pendidikan, dan kebutuhan lainnya,” terangnya.

Sementara pemerintah belum menunjukkan keseriusan dalam menangani masalah kemiskinan dan menetapkan kebijakan upah yang berpihak pada buruh.

Pemerintah akan memberlakukan sistem baru dalam pungutan pajak kendaraan bermotor, yaitu opsen pajak, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Opsen ini meliputi Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) sebesar 66 persen, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) sebesar 66 persen, dan Pajak Alat Berat (MBLB) sebesar 25 persen dari besaran pajak terutang.

Mahasiswa menilai kebijakan ini semakin membebani masyarakat, khususnya kelas pekerja, yang telah menjadi penyumbang utama pendapatan negara.

Kebijakan-kebijakan ini telah memicu gelombang penolakan dari gerakan rakyat di berbagai daerah.

“Sayangnya, penolakan ini sering dihadapkan dengan tindakan represif dan kriminalisasi oleh aparat negara,” kata Bintang. (*/red)

 

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *