LBTV Media – Anggota Komisi IV DPR RI Herry Dermawan ingin UU yang mengatur larangan perdagangan dan konsumsi daging anjing dan kucing kembali digulirkan di DPR RI
“Undang-undang PKH (Peternakan dan Kesehatan Hewan) itu harusnya masuk tahun ini, tetapi banyak undang-undang yang lebih dianggap urgent. Mudah-mudahan kalau bisa masuk tahun depan (2026),” ujar Herry, Jumat (7/2/2025).
Menurut Anggota Fraksi PAN DPR, regulasi itu sangat penting dalam mengatur tentang peredaran daging anjing dan kucing, karena berpotensi menimbulkan masalah kesehatan.
Namun, ia menyadari untuk mengusulkan suatu RUU harus melalui berbagai tahapan. Salah satunya adalah diusulkan untuk masuk ke dalam Prolegnas DPR RI dalam kurun waktu 5 tahun ke depan.
Apalagi, kata dia, dengan banyaknya UU yang diusulkan dalam Prolegnas. Ini menjadi tantangan sehingga aturan pelarangan perdagangan dan konsumsi daging anjing serta kucing bisa masuk ke dalam revisi Undang-Undang PKH.
“Kalau bisa masuk tahun depan, kita masukkan ke dalam rancangan Undang-Undang PKH, itu juga isunya peternakan dan kesehatan hewan,” tambahnya.
Meski demikian, ia menekankan bahwa perjuangan agar regulasi ini bisa menjadi prioritas tetap membutuhkan dorongan dari berbagai pihak, termasuk masyarakat sipil dan kelompok advokasi.
Dalam kesempatan yang sama, Koalisi Dog Meat Free Indonesia menegaskan urgensi aturan ini, mengingat masih banyaknya kasus perdagangan ilegal daging anjing dan kucing, terutama di daerah seperti Solo, Jawa Tengah.
Adi Wibowo, perwakilan koalisi, menyampaikan kesulitan yang dihadapi dalam menangani kasus ini.
“Saya sangat mohon sekali Pak untuk RUU pelarangan perdagangan anjing dan kucing untuk dikonsumsi ini bisa segera direalisasikan,” ujarnya.
Adi juga mengungkapkan bahwa upaya ini bukan hanya soal perlindungan hewan, tetapi juga berkaitan dengan kesehatan masyarakat.
“Kami ini bukan hanya ingin menyelamatkan anjingnya saja, tapi juga menyelamatkan jutaan masyarakat Indonesia,” tegasnya.
Ia menyoroti bagaimana perdagangan daging anjing dan kucing tidak hanya berisiko terhadap kesejahteraan hewan, tetapi juga membawa ancaman kesehatan akibat potensi penyebaran penyakit zoonosis.
Meski dukungan dari sejumlah anggota DPR telah ada, realisasi RUU ini masih terganjal berbagai hambatan. Selain faktor prioritas legislasi, tantangan lain adalah budaya dan kebiasaan konsumsi daging anjing di beberapa wilayah yang sudah berlangsung lama.
Diperlukan pendekatan komprehensif, termasuk edukasi, advokasi, serta penegakan hukum yang lebih ketat agar pelarangan ini dapat diimplementasikan secara efektif.
Herry Dermawan menegaskan pentingnya terus mengawal isu ini agar tidak hilang dari agenda parlemen.
“Inti dari perjuangan ini adalah mengupayakan kejelasan hukum yang spesifik melindungi anjing dan kucing dari kekerasan dan ancaman menjadi bahan konsumsi manusia,” katanya.
Namun, tanpa adanya langkah konkret dan dukungan politik yang kuat, regulasi ini berisiko hanya menjadi wacana tanpa kepastian realisasi. (*)