LBTV Media – Aktivis dan putri Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Inayah Wahid, melontarkan kritik keras terhadap relasi negara dan rakyat dalam persoalan agraria. Menurutnya, negara seolah tidak lagi hadir untuk melindungi, melainkan justru merampas hak rakyat.
Pernyataan itu disampaikan Inayah dalam forum Temu Rakyat Sumatera yang digelar di Desa Sripendowo, Kecamatan Bandar Sribawono, Kabupaten Lampung Timur, Sabtu (6/9/2025).
“Seakan-akan negara itu memusuhi rakyat. Negara itu ada untuk rakyat, hadir untuk rakyat. Tapi kenyataannya, hadir untuk merampas hak rakyat, hadir untuk meras, bahkan hadir untuk menginjak-injak rakyat,” tegas Inayah di hadapan peserta.
Inayah menggambarkan relasi negara dengan rakyat saat ini seperti pernikahan yang dipaksa bercerai.
“Siapa yang tahan dengan hubungan yang terus menerus menyiksa, yang terus menerus menindas, yang terus menerus menghilangkan kewarasan? Jangan heran kalau rakyat akhirnya marah,” ujarnya.
Ia menyinggung proyek strategis nasional, seperti kasus di Rempang, yang kerap menempatkan rakyat sebagai pihak egois ketika menolak menyerahkan tanah. Padahal, menurut Inayah, tanah adalah sumber kehidupan rakyat, bukan semata komoditas ekonomi.
Menurut Inayah, demokrasi di Indonesia belum berpihak sepenuhnya kepada rakyat. Ia menilai pemerintah lebih sering menekan rakyat ketimbang menindak tegas pihak yang merampas hak mereka.
“Selama ini yang harus ditindak tegas siapa? Yang represif siapa? Terus kalau kita melawan jadi salah. Inilah relasi negara dengan rakyat saat ini,” ungkapnya.
Inayah menekankan bahwa tanah, air, hutan, dan udara bukanlah sumber keuntungan semata, tetapi penopang kehidupan bangsa.
“Suatu saat mereka akan sadar, begitu semua habis ternyata uang tidak bisa dimakan. Rakyat akan kebingungan,” katanya.
Dalam pidatonya, Inayah juga mengingatkan sejarah keluarganya. Ia menyebut kakek buyutnya, pendiri Nahdlatul Ulama (NU), mendirikan organisasi tersebut sebagai bentuk perlindungan terhadap petani dan masyarakat lokal.
“Bahkan, seorang kiai pernah mengeluarkan fatwa bahwa haram hukumnya mengambil tanah rakyat,” ujar Inayah.
Ia juga mengutip pesan Gus Dur agar NU kembali ke khitah. Artinya, tidak terjebak dalam politik praktis, melainkan mengusung politik kebangsaan yang selalu bersama rakyat.
“Kalau ada ormas yang justru meninggalkan rakyat dan membela kepentingan segelintir penguasa, saya yakin mereka sudah disusupi pihak asing,” pungkasnya. (*)












