LBTV Media – Polisi mengungkap modus kejahatan dengan melakukan pemerasan melalui video call sex (VCS) yang dilakukan kakak beradik asal Palembang, Sumatera Selatan, berinisial MD (25) dan I (27). Keduanya bermain aplikasi Bigo Live dengan berpura-pura menjadi perempuan untuk melakukan pemerasan.
“Modus operandi yang dilakukan oleh pelaku MD ini adalah berawal dengan membuka aplikasi medsos Bigo. Kemudian meng-upload konten yang menarik. Jadi dia berpura-pura seolah-olah menjadi sosok seorang perempuan yang cantik,” kata Kasubdit IV Ditres Siber Polda Metro Jaya, AKBP Herman Edco Wijaya Simbolon, kepada wartawan, Selasa (6/5/2025).
Berdasarkan keterangan pelaku, video wanita tersebut didapatnya dari media sosial. Polisi tengah melakukan profiling sosok wanita yang dicatut pelaku tersebut.
“Perkara yang kita sangkakan adalah pemerasan yang dilakukan melalui media online yang sering kita kenal juga dengan sextortion atau tindak pidana pemerasan yang disertai oleh ancaman penyebaran konten eksplisit atau intim atau seksual,” ucapnya.
Herman menjelaskan, kakak beradik itu mempunyai modus bermain aplikasi Bigo Live dengan berpura-pura menjadi perempuan. Upaya menjadi perempuan dilakukan untuk mencari korban-korban yang akan diperas.
“Dia berpura-pura seolah-olah menjadi sosok seorang perempuan yang cantik sehingga nanti akan ada korban yang tertarik untuk berkomunikasi dan melakukan pertemanan,” ucap Herman.
Setelah mendapatkan korbannya, pelaku menggiring korban untuk berkomunikasi secara intens melalui aplikasi chat Telegram. Salah satunya adalah memancing korban untuk melakukan panggilan video (video call).
“Handphone (milik pelaku) diarahkan ke video yang diputar dengan handphone lain, yang video tersebut memutar sosok seorang perempuan yang bersifat vulgar, dan mengajak korbannya untuk melalukan video call yang sifatnya pribadi atau intim,” tuturnya.
Kondisi tersebut membuat korban-korban yang berhasil disasar akhirnya menunjukkan organ-organ intim milik korban. Setelahnya, pelaku kemudian merekam layar yang berisi wajah dan organ intim korban.
“Setelah video tersebut direkam oleh pelaku, maka pelaku akan secara intens mengirim video tersebut dan meminta sejumlah uang,” ungkap dia.
Bahkan pelaku juga mengancam menyebarkan video berisi wajah dan organ intim korban kepada keluarga dan kerabat korban. Polisi menyebut para pelaku sebelumnya juga melakukan profilling terhadap korban yang akan diperas.
“Terhadap laporan yang kami tangani ini, kerugian yang dialami korban kuramg lebih senilai Rp2,5 juta,” tuturnya.
Polisi menjerat kakak beradik ini dengan Pasal 45 ayat (10) juncto Pasal 27B ayat 2 UU Nomor 11 tahun 2008 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 1 tahun 2024 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
“Pelaku terancam pidana penjara paling lama enam tahun,” ujar Herman.
Polisi baru menangkap sosok MD sejauh ini, sementara sosok I masih dalam pengejaran polisi.
Kedua pelaku ternyata sudah meraup keuntungan hingga mencapai Rp100 juta dari hasil kerja pemerasan dari tahun 2024.
“Pengakuannya sudah dari tahun 2024 (aksi pemerasan). Pengakuannya Rp100 juta (keuntungan total), digunakan untuk kehidupan sehari-hari,” kata Kasubdit IV Siber Polda Metro Jaya, AKBP Herman Edco Wijaya Simbolon, Selasa (6/5/2024).
Herman menyebut banyak korban yang terperdaya atas modus-modus yang dilakukan para pelaku. Sayangnya, kebanyakan pihak yang juga menjadi korban lebih memilih untuk membayar sejumlah uang daripada melaporkan ke polisi.
“Jumlahnya (korban) belum bisa kita pastikan. Jadi terdapat puluhan korban yang kami coba untuk kami hubungi namun Sebagian besar tidak mau melaporkan,” kata dia. (*)