Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
HukumNasionalPeristiwa

KPK Tahan Eks Dirut Hutama Karya Korupsi Tol Trans Sumatera Rugikan Negara Rp205 Miliar

114
×

KPK Tahan Eks Dirut Hutama Karya Korupsi Tol Trans Sumatera Rugikan Negara Rp205 Miliar

Sebarkan artikel ini
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penahanan terhadap dua mantan petinggi PT Hutama Karya (HK) pada hari ini, Rabu (6/8/2025).
Example 468x60

LBTV Media — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan mantan Direktur Utama PT Hutama Karya, Bintang Perbowo, dalam kasus dugaan korupsi pengadaan lahan di sekitar Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) periode 2018–2022.

Penahanan dilakukan pada Rabu (6/8/2025), bersamaan dengan penahanan tersangka lain yakni M Rizal Sutjipto, mantan Kepala Divisi Pengembangan Bisnis dan Investasi PT Hutama Karya.

Example 300x600

Keduanya tampak mengenakan rompi oranye khas tahanan KPK dan digiring dalam kondisi tangan terborgol ke konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK.

“KPK melakukan penahanan kepada kedua tersangka untuk 20 hari pertama, terhitung mulai 6 hingga 25 Agustus 2025,” kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam konferensi pers, Rabu (6/8/2025).

Asep menjelaskan, kasus ini bermula saat Bintang Perbowo baru lima hari menjabat sebagai Dirut Hutama Karya pada April 2018.

Ia langsung menggelar rapat direksi dan mengenalkan Iskandar Zulkarnaen—teman dekatnya sekaligus pemilik PT Sanitarindo Tangsel Jaya (STJ)—kepada jajaran direksi.

Dalam pertemuan itu, Bintang meminta agar lahan milik Iskandar di Bakauheni ditawarkan ke Hutama Karya, termasuk mendorong perluasan lahan dengan membeli tanah masyarakat sekitar, demi memuluskan proses pembelian langsung oleh perusahaan.

Selain itu, Bintang juga memerintahkan M Rizal Sutjipto sebagai Ketua Tim Pengadaan Lahan agar segera melakukan pembelian lahan tersebut. Alasannya, lahan itu mengandung batu andesit yang bisa dijual.

Namun, proses pembelian tersebut penuh kejanggalan. Pembayaran pertama senilai Rp24,6 miliar dilakukan pada September 2018, padahal pengadaan lahan ini tidak tercantum dalam Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) tahun itu.

Dokumen risalah rapat direksi yang menjadi dasar kebijakan pembelian pun ternyata dibuat secara backdate. Bahkan, menurut KPK, rapat tersebut tidak pernah benar-benar terjadi.

“PT Hutama Karya juga tidak memiliki SOP pengadaan lahan, tidak menunjuk Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP), serta tidak punya rencana bisnis terhadap tanah yang dibeli,” jelas Asep.

Dalam perjalanannya, hingga tahun 2020, Hutama Karya telah membayar total Rp205,14 miliar untuk 32 bidang lahan atas nama PT STJ dan 88 bidang lahan atas nama masyarakat di Kalianda.

Namun sayangnya, perusahaan pelat merah itu tidak mendapatkan manfaat apa pun, karena lahan-lahan tersebut belum dialihkan secara sah kepada BUMN.

Menurut BPKP, kerugian negara dalam perkara ini mencapai Rp205,14 miliar. Tersangka lainnya, Iskandar Zulkarnaen, tidak dilanjutkan proses hukumnya karena telah meninggal dunia pada 8 Agustus 2024. PT Sanitarindo Tangsel Jaya tetap dijerat sebagai tersangka korporasi.

Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang tindak pidana korupsi, dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara. (*)

Example 300250
Example 120x600