LBTV Media – Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi PAN, Nasril Bahar, menyampaikan kekhawatirannya terhadap kondisi BUMN Karya yang mengalami kesulitan finansial.
Hal itu ia sampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama para direksi PT Waskita Karya, PT Wijaya Karya, PT Adhi Karya, PT Hutama Karya, dan PT Brantas Abipraya, di gedung parlemen, Kamis (6/3/2025).
Dalam rapat dengan pendapat umum itu, dirinya juga menyoroti tingginya liabilitas sejumlah perusahaan negara yang nyaris mencapai Rp100 triliun.
Nasril menegaskan bahwa beberapa BUMN Karya saat ini berada dalam kondisi kritis dan membutuhkan langkah penyelamatan yang konkret.
Oleh karenanya, ia mempertanyakan apakah perusahaan-perusahaan ini masih layak dipertahankan atau justru perlu diambil langkah drastis, seperti restrukturisasi besar-besaran atau bahkan pembubaran bagi yang tidak lagi kompetitif.
“Apakah kita akan berpihak untuk menyelamatkan mereka atau justru membiarkannya mati? Jangan sampai kita baru bertindak setelah semuanya terlambat, seperti yang terjadi pada Istaka Karya,” ujarnya.
Ia juga menyoroti lemahnya tata kelola BUMN Karya, yang dinilai tidak menunjukkan perubahan signifikan meskipun sering mendapat suntikan Penyertaan Modal Negara (PMN). Nasril mengkritik sikap direksi yang dinilainya tetap nyaman dengan kondisi keuangan perusahaan yang memburuk.
“Setiap tahun tidak mampu memberikan dividen, tetapi tetap meminta PMN. Tidak ada yang mau mengundurkan diri meskipun kinerja perusahaan terus merosot. Ini sesuatu yang aneh,” tegasnya.
Sebagai bentuk tindak lanjut, Nasril mengusulkan pembentukan Panitia Kerja (Panja) Restrukturisasi BUMN Karya untuk mengevaluasi dan merumuskan kebijakan yang lebih efektif dalam menangani masalah ini.
Ia menegaskan bahwa keberadaan BUMN Karya tetap dibutuhkan dalam pembangunan nasional, namun harus dikelola dengan lebih profesional dan bertanggung jawab.
“BUMN Karya memiliki peran penting dalam pembangunan infrastruktur nasional, tetapi tanpa efisiensi dan inovasi, mereka hanya akan menjadi beban negara. Kita harus memastikan bahwa mereka benar-benar mampu bertahan dan berkembang, bukan sekadar hidup dengan subsidi negara tanpa arah yang jelas,” tutupnya. (*)