LBTV Media – Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian meminta seluruh kepala daerah di Indonesia mengevaluasi tunjangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) di wilayah masing-masing.
Hal itu disampaikan Tito usai mengetahui adanya keresahan masyarakat terkait besarnya tunjangan rumah bagi anggota dewan.
“Saya menyarankan kepada daerah dan DPRD untuk berkomunikasi dengan mereka, melakukan evaluasi,” ujar Tito di Jakarta Selatan, Selasa (9/9/2025).
Menurut Tito, pemerintah pusat tidak memiliki kewenangan mencampuri secara langsung pemberian tunjangan DPRD.
Sebab, aturan mengenai hal itu telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD.
“PP tahun 2017 memberikan kewenangan kepada daerah untuk memberikan tunjangan kepada DPRD, disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah,” jelas Tito.
Ia menambahkan, sebelum adanya rumah dinas, para anggota dewan diberikan tunjangan rumah yang disesuaikan dengan harga pasar dan kewajaran.
Sebagai perbandingan, di Jakarta, kenaikan tunjangan rumah diatur dalam Keputusan Gubernur Nomor 415 Tahun 2022 yang diteken mantan Gubernur Anies Baswedan.
Dalam aturan tersebut, anggota DPRD menerima tunjangan rumah sebesar Rp70,4 juta per bulan, sedangkan pimpinan DPRD mencapai Rp78,8 juta per bulan.
Jika dibandingkan dengan aturan sebelumnya, jumlah ini naik signifikan. Berdasarkan Pergub Nomor 153 Tahun 2017, anggota DPRD menerima Rp60 juta dan pimpinan Rp70 juta per bulan. Artinya, dalam lima tahun terakhir tunjangan naik sekitar Rp10,4 juta untuk anggota dan Rp8,8 juta bagi pimpinan.
Direktur Rumah Politik Indonesia, Fernando Emas, menilai arahan Tito Karnavian merupakan langkah tepat untuk merespons keresahan publik.
Menurutnya, kebijakan ini bisa menjadi solusi di tengah sorotan masyarakat terhadap besarnya tunjangan penyelenggara negara, yang dianggap tidak sebanding dengan kondisi ekonomi rakyat.
“Arahan Mendagri harus segera ditindaklanjuti kepala daerah. Ini adalah jawaban atas kemarahan publik yang sempat memuncak akibat tingginya tunjangan DPR,” kata Fernando.
Fernando juga menilai partai politik perlu lebih peka terhadap isu ini. Sebab, DPRD merupakan representasi partai di daerah.
Ia bahkan mendorong partai besar seperti Gerindra dan koalisi pemerintah menjadi inisiator evaluasi tunjangan agar citra politik tidak semakin merosot.
“Kalau pimpinan partai sudah bicara, para kader pasti akan patuh,” pungkasnya. (*)