LBTV Media – Wakil Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya menemui ratusan guru honorer dan teknis yang melakukan unjuk rasa di kantor Pemda dan kantor DPRD Lampung Tengah, Senin (13/1/2025).
Tuntutan para guru honorer dan teknis ini meminta kejelasan nasib yang hingga saat ini belum jelas.
Ardito Wijaya yang merupakan Bupati Lampung Tengah terpilih mendengar keluhan mereka dan berdiskusi bersama para honorer R2 dan R3 yang meminta diangkat sebagai PPPK penuh waktu Lampung Tengah.
Ardito menyampaikan bahwa dia akan mengupayakan untuk kesejahteraan honorer di Lampung Tengah dan mencari jalan keluar untuk tuntutan mereka.
“Suatu hal yang tepat dan wajar bila para honorer memberikan keluhan ke Pemkab Lampung Tengah, kita akan cari jalan keluarnya dan semoga honorer mendapatkan kesejahteraannya,” katanya.
Dilanjutkan Ardito, bahwa BKPSDM akan memproses keinginan para guru honorer sesuai dengan aturan, kondisi dan kebutuhan di Lampung Tengah.
“BKPSDM akan memproses sesuai aturan, kondisi, dan kebutuhan di Lampung Tengah. Sebagai acuan, Pemkab akan gunakan data honorer yang masuk di tahun 2022,” kata Ardito usai menemui para honorer guru dan teknis, Senin (13/1/2025).
Diketahui, ratusan guru honorer dan teknis di Lampung Tengah melakukan unjuk rasa di depan kantor DPRD dan kantor Pemkab menuntut kepastian nasib mereka, Senin (13/1/2025).
Para tenaga honorer Lampung Tengah itu protes karena merasa menjadi korban janji pemerintah dengan status pekerjaan yang belum penuh waktu dan gaji yang masih di angka Rp 300 ribu per bulannya.
Raida Julia Zelly selaku guru honorer yang ikut unjuk rasa dari Kecamatan Way Pengubuan mengatakan, dirinya dan ratusan guru honorer di Lampung Tengah melakukan aksi protes dengan berjalan kaki dari komplek kantor Pemda hingga ke Kantor DPRD Lampung Tengah.
Dia mengatakan, seluruh guru honorer yang ikut aksi unjuk rasa adalah mereka yang sudah mengikuti tes PPPK tahap I dan berstatus kode R2 dan R3.
“Tuntutan kami yang pertama meminta seluruh honorer yang ikut seleksi tahap I yang sudah berstatus R2 dan R3 diangkat sebagai PPPK penuh waktu dan standar minimal gaji kami Rp 2 juta, atau setidaknya UMR,” katanya.
Julia mengatakan, meskipun honorer yang mendapatkan kode R2 dan R3 paruh waktu sudah mendapatkan NIP, namun tidak ada yang berubah dengan gaji mereka.
Dia dan semua tenaga guru honorer R2 dan R3 ber-NIP di Lampung Tengah mengaku sampai saat ini masih diupah Rp 300 ribu per bulan.
Selain mengeluhkan status dan tunjangan yang tidak pasti, Julia juga menyebut bahwa banyak “siluman” yang ikut tes PPPK.
“Banyak siluman yang lolos PPPK padahal cuma mengabdi 1-2 tahun saja, sedangkan kami-kami ini yang sudah bertahun-tahun justru yang paling banyak gugur dalam tes,” katanya.
Julia pun mengaku bisa memastikan hal itu melalui data riwayat pengabdian mengajar, dia melihat banyak peserta guru honorer pemula yang lolos tanpa repot mengabdi sekian lama.
Dirinya pun berasumsi ada persekongkolan untuk meloloskan honorer muda tersebut dan menduga ada peran Ordal (Orang dalam) pada seleksi PPPK tersebut.
“Imbas dari penjaringan yang sarat kecurangan itu, tak sedikit guru honorer senior yang dipecat karena tergantikan oleh pegawai PPPK baru tersebut,” kata dia. (*)